Minggu, 15 Januari 2012

Pendidikan Pancasila

Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan atau keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dalam mengembangkan kepribadian dan kemampuan atau keahlian merupakan sifat dwi tunggal pendidikan nasional.
Pendidikan pada dasarnya ialah pemanusiaan, dan ini memuat hominisasi dan humanisasi. Homanisasi merupakan proses pemanusiaan secara umum, yakni memasukkan manusia dalam lingkup hidup manusiawi secara minimal. Humanisasi adalah proses yang lebih jauh, kelanjutan hominisasi. Dalam proses ini, manusia bisa meraih perkembangan yang lebih tinggi, seperti Nampak dalam kemajuan-kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan.
Salah satu agenda penting dalam upaya mengatasi krisis dalam kehidupan bangsa kita adalah melalui pendidikan karakter, pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan akhlak, pendidikan budi pekerti. Kemampun peserta didik dalam berpikir tentang persoalan-persoalan moral, maupun cara bertindak dalam situasi-situasi yang menyangkut benar dan salah hendaknya diperhitungkan baik-baik.
Pendidik (guru) yang baik mempunyai kekuatan yang vital bagi kemajuan dan keselamatan bangsa. Hal ini dikarenaka perilaku pendidik akan lebih diikuti oleh peserta didik dari pada apa yang dikatakan guru. Pendidik (guru) yang memiliki akhlak, budi pekerti, karakter yang baik, akan sangat kondusif dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan moral, yang muaranya akan mendukung bagi peserta didik untuk memiliki karakter yang baik.

Komponen “Moral Knowing”, meliputi enam unsur, yaitu:
1. “Moral awareness”, kesadaran moral atau kesadaran hati nurani, yang terdiri dari dua aspek yaitu:
a. Tanggung jawab ialah menggunakan kecerdasan untuk melihat jika situasi meminta penilaian atau pertimbangan moral, dan berpikir secara hati-hati tentang apa yang benar dari perilaku tersebut.
b. Is taking trouble to be informed.
2. “Knowing moral values” atau pengetahuan tentang nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut, antara lain:
a. Rasa hormat tentang kehidupan dan kebebasan.
b. Tanggung jawab
c. Kejujuran
d. Keterbukaan
e. Perasaan kasihan
f. Keteguhan hati
3. “Perspectives-taking” atau perspektif yang memikat hati, adalah kemampuan untuk memberi pandangan pada orang lain, melihat situasi seperti yang dia lihat, membayangkan bagaimana dia seharusnya berpikir, bereaksi, dan merasakan.
4. “Moral reasoning” atau pertimbangan-pertimbangan moral, adalah pengertian tentang apa yang dimaksud dengan bermoral, dan mengapa kita harus bermoral.
5. “Decision-making” atau pengambilan keputusan, adalah kemampuan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah-masalah moral.
6. “Self-knowledge” atau mengenal diri sendiri, adalah kemampuan mengenal atau memahami diri sendiri, dan hal ini paling sulit dicapai, tetapi hal ini penting untuk pengembangan moral.

Komponen-komponen “Moral Feeling”, meliputi enam unsur penting, yaitu:
1. “Conscience”, kata hati atau hati nurani, yang memiliki dua sisi, yaitu sisi kognitif (pengetahuan tentang apa yang benar), dan sisi emosi (rasa wajib berperilaku menurut kebenaran itu).
2. “Self-esteem” atau harga diri. Mengukur harga diri kita sendiri berarti kita menilai diri sendiri. Jika kita menilai diri sendiri, berarti kita merasa hormat terhadap diri sendiri, dan dengan cara demikian kita akan mengurangi penyalahgunaan pikiran atau badan kita sendiri.
3. “Empathy” atau empati, adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, seolah-olah mengalami sendiri apa yang dialami orang lain, atau merasakan apa yang orang lain rasakan.
4. “Loving the good” atau cinta pada kebaikan. Jika orang cinta akan kebaikan, maka mereka akan berbuat baik, dan mereka memiliki moralitas.
5. “Self-control” atau kontrol diri, adalah kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri, dan hal ini diperlukan juga untuk mengekang kesenangan diri sendiri.
6. “Humility” atau kerendahan hati (“lembah manah”), adalah merupakan kebaikan moral yang kadang-kadang dilupakan atau diabaikan, padahal ini merupakan bagian terpenting dari karakter yang baik.


Komponen-komponen “Moral Action”, meliputi tiga unsur penting, yaitu:
1. “Competence” atau kompetensi moral, adalah kemampuan untuk menggunakan pertimbangan-pertimbangan moral dan perasaan dalam perilaku moral yang efektif.
2. “Will” atau kemauan, adalah kemampuan yang sering menuntut tindakan nyata dari kemauan, memobilisasi energi moral untuk bertindak tentang apa yang kita pikirkan, apa yang harus kita kerjakan.
3. “Habit” atau kebiasaan. Suatu kebiasaan untuk bertindak secara baik dan benar perlu senantiasa dikembangkan.

Tugas pendidikan moral adalah membantu peserta didik supaya memiliki karakter atau akhlak atau budi pekerti yang baik, sekaligus dimilikinya dalam diri peserta didik, pengetahuan, perasaan, dan tindakan moral yang saling melengkapi satu sama lain, dalam suatu kesatuan organis harmonis dinamis.
Dua nilai moral universal, yang berbentuk nilai-nilai inti dalam masyarakat umum, yang secara moral dapat diajarkan ialah “rasa hormat” (“respect”) dan “tanggung jawab” (“responsibility”). “Respect” berarti menunjukkan rasa hormat yang seimbang bagi seseorang atau sesuatu hal, termasuk rasa hormat pada diri sendiri, terhadap hak dan martabat semua orang, terhadap lingkungan yang dapat menopang seluruh kehidupan manusia. Tanggung jawab adalah perilaku yang nampak dari moralitas, yang termasuk di dalamnya perhatian atau “caring” terhadap diri sendiri dan orang lain, pemenuhan kewajiban-kewajiban, kontribusi terhadap masyarakat, pengurangan terhadap penderitaan, dan membangun dunia yang lebih baik.

Cara untuk mengembangkan karakter yang baik, yakni sebagai berikut:
1. “Self-discipline” atau disiplin diri perlu ditanamkan pada para mahasiswa atau siswa, dosen atau guru, pelatih, pembimbing, dan semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran.
2. “Compassion” atau rasa terharu. Rasa terharu yang disertai rasa kasih sayang dapat ditanamkan melalui cerita-cerita atau peribahasa yang bermanfaat seoptimal mungkin.
3. “Responsibility” atau tanggung jawab. Orang yang tidak bertanggung jawab adalah suatu ciri bahwa orang tersebut belum matang, sebaliknya adanya rasa tanggung jawab adalah ciri kematangan seseorang.
4. “Friendship” atau persahabatan. Cerita-cerita yang disampaikan pada mahasiswa atau siswa mengenai persahabatan yang baik merupakan paradigm moral bagi semua hubungan antar manusia.
5. “Work” atau bekerja. Langkah pertama dalam mengerjakan sesuatu adalah belajar, bagaimana cara mengerjakan sesuatu.
6. “Courage” atau keberanian dan keteguhan hati. Hal ini perlu ditanamkan dalam menghadapi perasaan takut, sifat ragu-ragu, gugup, bimbang, dan sifat-sifat lain yang sering menganggu.
7. “Perseverance” atau ketakutan. Bagaimana caranya mendorong para mahasiswa atau siswa supaya tekun dan tetap melaksanakan usaha-usaha untuk meningkatkan keberanian dan ketekunannya.
8. “Honesty” atau kejujuran. Peserta didik perlu dididik menjadi pribadi yang jujur, berbuat secara nyata, secara murni, dan dapat dipercaya. Kejujuran diwujudkan atau diekspresikan dalam bentuk rasa hormat kepada diri sendiri dan kepada orang lain.
9. “Loyality” atau loyalitas. Loyalitas atau kesetiaan berkaitan dengan hubungan kekeluargaan, persahabatan, afilisiasi keagamaan, kehidupan professional dan lain-lain, yang kesemuanya itu dapat berubah dan dikembangkan ke arah yang baik dan mulia.
10. “Faith” atau keyakinan. Keyakinan atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan dimensi yang sangat penting, yang merupakan sumber moral manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bira Island Liburan Ala Rantau Squad

Sedulur selawase. Yaps, Satu daerah dan senasib sepenanggungan. Beda profesi yang awalnya gak kenal sekarang kita saudara. Kita, Rantau S...